Rabu, 13 Februari 2013

Makalah Thaharah



KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan rahim-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq dan hidayah-Nya dan atas segala kemudahan yang telah diberikan sehingga penyusunan makalah bahasa dan logika dapat terselesaikan.
Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang pembawa risalah kebenaran yang semakin teruji kebenarannya baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para pengikutnya. Semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan ini.
Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi wacana yang berguna. Penyusun menyadari keterbatasan yang penyusun miliki, untuk itu, penyusun mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT., jualah penulis memohon Rahmat dan Ridho-Nya.


















PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Setiap kegiatan Ibadah umat Islam pasti melakukan membersihkan (thaharah) terlebih dahulu mulai dari Wudhu, Mandi ataupun tayyamum dan tak banyak umat Islam sendiri belum mengerti ataupun udah mengerti tapi dalam praktiknya menemui sebuah masalah ataupunkeraguan atas hal yang menimpanya. Disini kami ingin membahas serta mengulas lagi tentang hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. THAHARAH (Wudhu’,Taymum, Dan Mandi)
2. SHALAT
3. SHALAT Di Berbagai Keadaan
4. SHALAT Berjamaah Dan SHALAT Jum’at
5. SHALAT Sunah Rasulullah SAW
6. Penyelengaraan Jenazah
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui & Paham Tentang THAHARAH
2. Untuk Mengetahui & Paham Tentang SHALAT
3. Untuk Mengetahui & Paham Tentang SHALAT Di berbagai Keadaan
4. Untuk Mengetahui & Paham Tentang Shalat Berjamaah & Shalat Jum’at
5. Untuk Mengetahui & Paham Tentang  Shalat Sunah Rasulullah SAW
6. Untuk Mengetahui & Paham Tentang Penyelenggaraan Jenazah
D. Metode Penyusunan
Saya menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan buku – buku yang direkomendasikan serta mengkaji dan mencuplik makalah yang telah saya kaji Dan juga saya bertanya dengan Seorang Ahli Agama (Ustadz/ustadza), Dalam melakukan penyusunan maklah ini saya juga mencari di internet.









BAB 1

I. THAHARAH

1. WUDHU’
1.1 Pengertian dan Rukun Wudhu
Wudhu secara bahasa: dari asal kata “al wadaa’ah”, yaitu kebersihan dan kesegaran.
Secara istilah: Memakai air untuk anggota tertentu (wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki) menghilangkan apa yang menghalangi untuk sholat dan selainnya.
Dalil dari Qur’an dan Sunnah:
  1. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”
  1. Shahih Bukhari : 135 dan Shahih Muslim : 225

وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadas sehingga dia berwudhu”.
Keutamaan Wudhu:
  1. Bersuci adalah setengah dari iman. (Shahih Muslim : 223)
  2. Menghapus dosa-dosa kecil. (Shahih Muslim : 244)
  3. Mengangkat derjad seorang hamba. (Shahih Muslim : 251)
  4. Jalan ke sorga. (Shahih Bukhari : 1149 dan Sahih Muslim : 2458)
  5. Tanda keistimewaan ummat ini ketika mereka mendatangi telaga. (Shahih Muslim : 234)
  6. Cahaya bagi seorang hamba di hari kiamat. (Shahih Muslim : 250)
  7. Untuk pembuka ikatan syetan. (Shahih Bukhari : 1142 dan Shahih Muslim : 776)
Sifat wudhu yang lengkap atau sempurna :

أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلَاةِ

“Humran budak Utsman, telah menceritakan kepadanya, bahwa Utsman bin Affan meminta air untuk berwudlu, kemudian dia membasuh dua tangan sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur serta memasuk dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian ia membasuh muka sebanyak tiga kali dan membasuh tangan kanannya hingga ke siku sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh tangan kirinya sama seperti beliau membasuh tangan kanan, kemudian mengusap kepalanya dan membasuh kaki kanan hingga ke mata kaki sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh kaki kiri, sama seperti membasuh kaki kanannya. Kemudian Utsman berkata, ‘Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudlu seperti cara aku berwudlu.’ Kemudian dia berkata lagi, ‘Aku juga telah mendengar beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengambil wudlu seperti cara aku berwudlu kemudian dia menunaikan shalat dua rakaat dan tidak berkata-kata antara wudlu dan shalat, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu’.” Ibnu Syihab berkata, “Ulama-ulama kami berkata, ‘Wudlu ini adalah wudlu yang paling sempurnya yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan shalat.” (Shahih Bukhari 158 dan Shahih Muslim 226)
Sifat-sifat wudhu':
  1. Berniat (karena merupakan syarat sah ibadah termasuk wudhu’) menghilangkan hadas (dalam hati).

إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى

“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya”. (Riwayat Bukhari : 1 dan Shahih Muslim : 1907)

2. Membaca Bismillah.
3. Mencuci telapak tangan sampai pergelangan 3 kali.
4. Mengambil air dengan tangan kanan untuk berkumur-kumur sambil menghirup air dengan hidung lalu mengeluarkannya kembali dengan tangan kiri 3 kali.
5. Mencuci wajah seluruhnya 3 kali.
6. Mencuci kedua tangan sampai siku (kanan-kiri).
7. Menyapu keseluruhan kepala kebelakang lalu ke depan terus ke telinga bagian luar dan dalam.
8. Mencuci kedua kaki sampai mata kaki serta sela-sela jari kaki (kanan-kiri).
Syaikh Ibnu Taimiyah berkata: Niat tempatnya di hati bukan di lidah, telah disepakati oleh para ulama. (Majmu’ arrosail al kubro : 1/243)
Faidahnya: Jikalau dia melafazkan berbeda dengan yang dihatinya maka yang dinilai adalah yang di hatinya.
Rukun-rukun Wudhu’
Apabila satu diantara rukun ini tinggal, maka batallah wudhu’nya. Diantara rukun-rukun tersebut adalah:
  1. Mencuci seluruh wajah dari tempat tumbuhnya rambut sampai dibawah dagu dan dari telinga kanan sampai telinga kiri. Dan wajib berkumur-kumur dan mencuci hidung. (al-Maidah ayat 6)
  2. Membasuh kedua tangan sampai siku. (al-Maidah ayat 6)
  3. Menyapu kepala kewajibannya disepakati oleh ulama, namun berbeda pada ukurannya. (al-Maidah ayat 6)
  • Wajib menyapu semua kepala baik laki-laki maupun perempuan.
  • Wajib menyapu semua kepala hanya untuk laki-laki.
  • Menyapu hanya sebagian kepala.
  1. Menyapu telinga. (daaruqutni : 1/97, hasan)
  2. Mencuci kedua kaki sampai mata kaki serta sela-sela jari kaki. (Shahih Bukhari : 161 dan Shahih Muslim : 241)
  3. Teratur. (Majmu’ : 1/433, dll)
  4. Beriringan atau tidak terpisah antara satu rukun dengan rukun lainnya. (Shahih Muslim : 232)
Sunnah-sunnah Wudhu’ :
  1. Bersiwak.
  2. Memulai dengan Bismillah.
  3. Membasuh kedua tangan. (Shahih Bukhari : 159 dan Shahih Muslim : 226)
  4. Berkumur-kumur dan mencuci hidung dari satu cidukan air sebanyak 3 kali. (Shahih Muslim : 235)
  5. Melebihkan berkumur-kumur dan mencuci hidung selain orang yang berpuasa. (Abu Daud : 142, shahih)
  6. Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri. (Shahih Bukhari : 140)
  7. Mencuci sebanyak 3 kali. (Shahih Bukhari : 156)
Perhatian:
  • Menyapu kepala hanya sekali saja. (an-Nasa’i : 1/88, shahih)
  • Makruh lebih dari 3 kali bagi orang yang menyempurnakan wudhunya. (at-Tamhiid, ibnu abdilbaar : 20/117)
  1. Menggosok-gosok anggota wudhu. (Ibnu Hiban : 1082, shahih)
  2. Membersihkan sela-sela jari tangan dan kaki. (Shahih)
  3. Melebihkan membasuh pada tempat yang diwajibkan seperti kedepan kepala, atas siku dan atas mata kaki. (Shahih Bukhari : 36 dan Shahih Muslim : 246)
  4. Hemat dalam penggunaan air. (Shahih Bukhari : 198)
  5. Berdoa setelah wudhu. (Shahih Muslim : 234)
  6. Sholat 2 rakaat setelah wudhu. (Shahih Bukhari : 6433 dan Shahih Muslim : 226)
Catatan:
-                Boleh mengeringkan bekas wudhu. (Shahih Bukhari : 270)
-                Tidak sah wudhu bagi wanita yang memakai kutek. (Ibnu Abi Syaibah : 1/120, sanad shahih)
Pembatal wudhu’ :
  1. Buang air kecil atau buang air besar serta keluar angin dari 2 tempat. (al-Maidah ayat 6, al ijmaa’ hal. 17)
  2. Keluar mani, wadi atau madzi. (Shahih Bukhari : 269 dan Shahih Muslim : 303)
  3. Tidur lelap. (al-muhalla : 1/222-231). Ada 8 pendapat ulama, silahkan lihat di hal. 129-132)
  4. Hilang akal atau gila, mabuk, pingsan. (al-Ausath ibnu al Mundzir : 1/155)
  5. Menyentuh kemaluan tanpa pembatas, baik dengan syahwat atau tidak.
  6. Memakan daging onta. (Shahih Muslim : 360)

Hal-hal yang tidak membatalkan wudhu’ :
  1. Saling bersentuhan laki-laki dengan wanita tanpa pembatas. (al-Umm : 1/15)
  2. Keluar darah dari selain tempat yang biasa keluar seperti karena luka atau bekam. (Shahih Bukhari : 1/80)
  3. Koi atau pengobatan dengan menggunakan besi panas. (Tirmidzi : 87, shahih)
  4. Tertawa terbahak-bahak dalam sholat atau diluar sholat. (dalil yang mengatakan mengulang wudhu adalah dhaif, daaruqutni : 1/162)
  5. Memandikan dan membawa mayat. (Abu Daud : 3162, dll)
  6. Ragu dengan telah batalnya wudhu atau belum. (Shahih)

Hal-hal yang dianjurkan untuk berwudhu’ :
  1. Ketika berdzikir: keumuman berdzikir, membaca al-Qur’an, tawaf di ka’bah dan lain-lain. (Abu Daud : 17, shahih)
  2. Ketika akan tidur. (Shahih Bukhari : 247 dan Shahih Muslim : 2710)
  3. Bagi orang yang junub ketika akan makan, tidur atau ingin mengulanginya kembali. (Shahih Bukhari : 288 dan Shahih Muslim : 305)
  4. Sebelum mandi junub. (Shahih Bukhari : 248 dan Shahih Muslim : 316)
  5. Setelah makan makanan yang di bakar atau di panggang. (Shahih Muslim : 351)
  6. Memperbaharui wudhu ketika akan sholat. (Shahih Muslim : 277)
  7. Ketika terjadi hal yang membatalkan wudhu. (Tirmidzi : 3689, shahih)
  8. Setelah berobat dengan besi panas. (Tirmidzi : 87, shahih)
Menyapu pembatas :
  1. Menyapu Khuffain (sandal dari kulit yang menutup dua mata kaki) hukumnya boleh tapi mencucinya lebih utama. Masanya 3 hari 3 malam untuk yang musafir dan sehari semalam bagi yang bermukim.
Syarat menyapu khuffain yaitu memakainya dalam keadaan suci.
Yang membatalkannya yaitu berakhirnya masa menyapu, membukanya dan berhadats sebelum memakainya. Sedangkan membukanya bukan berarti membatalkan wudhu.
Menyapu kaus kaki dan sandal ada 3 pendapat.
  1. Menyapu penutup kepala seperti imamah atau sorban dan kerudung bagi wanita ketika berwudhu apabila takut dingin.
  2. Pembungkus tulang yang patah seperti gips.

2.2 Dasar Hukum Wudhu’

Hukum Wudhu

Wudhu` itu hukumnya bisa wajib dan bisa sunnah, tergantung konteks untuk apa kita berwudhu`.
1. Fardhu / Wajib
Hukum wudhu` menjadi fardhu atau wajib manakala seseorang akan melakukan hal-hal berikut ini :
a.  Melakukan Shalat
Baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Termasuk juga di dalamnya sujud tilawah. Dalilnya adalah ayat Al-Quran Al-Kariem berikut ini :
إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا وجوهكموأيديكم إلى المرافق وامسحوا برؤوسكم وأرجلكم إلى الكعبين
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki...` (QS. Al-Maidah : 6)
Juga hadits Rasulullah SAW berikut ini :
عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : لا صلاة لمن لا وضوء له ولا وضوء لمن لا يذكر اسم الله عليه  . رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه
Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda,"Tidak ada shalat kecuali dengan wudhu`. Dan tidak ada wudhu` bagi yang tidak menyebut nama Allah. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
Shalat kalian tidak akan diterima tanpa kesucian (berwudhu`) `(HR. Bukhari dan Muslim) 
b. Untuk Menyentuh Mushaf Al-Quran Al-Kariem
Meskipun tulisan ayat Al-Quran Al-Kariem itu hanya ditulis di atas kertas biasa atau di dinding atau ditulis di pada uang kertas. Ini merupakan pendapat jumhur ulama yang didasarkan kepada ayat Al-Quran Al-Kariem.
لا يمسه إلا المطهرون
Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.` (QS. Al-Waqi`ah : 79)
Serta hadits Rasulullah SAW berikut ini :
Tidaklah menyentuh Al-Quran Al-Kariem kecuali orang yang suci.`(HR. Ad-Daruquhtny : hadits dhaif namun Ibnu Hajar mengatakan: Laa ba`sa bihi)

c. Tawaf Di Ka`bah
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum berwudhu` untuk tawaf di ka`bah adalah fardhu. Kecuali Al-Hanafiyah. Hal itu didasari oleh hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Tawaf di Ka`bah itu adalah shalat, kecuali Allah telah membolehkannya untuk berbicara saat tawaf. Siapa yang mau bicara saat tawaf, maka bicaralah yang baik-baik.`(HR. Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Tirmizy)
2.  Sunnah
Sedangkan yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini :
a. Mengulangi wudhu` untuk tiap shalat
Hal itu didasarkan atas hadits Rasulullah SAW yang menyunnahkan setiap akan shalat untuk memperbaharui wudhu` meskipun belum batal wudhu`nya. Dalilnya adalah hadits berikut ini :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ :  لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتهمْ عِنْدَ كُلِّ صَلاةٍ بِوُضُوءٍ , وَمَعَ كُلِّ وُضُوءٍ بِسِوَاكٍ  رَوَاهُ أَحْمَدُ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Seandainya tidak memberatkan ummatku, pastilah aku akan perintahkan untuk berwudhu pada tiap mau shalat. Dan wudhu itu dengan bersiwak.` (HR. Ahmad dengan isnad yang shahih)
Selain itu disunnah bagi tiap muslim untuk selalu tampil dalam keadaan berwudhu` pada setiap kondisinya, bila memungkinkan. Ini bukan keharusan melainkah sunnah yang baik untuk diamalkan.
ولن يحافظ على الوضوء إلا المؤمن
Dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Tidaklah menjaga wudhu` kecuali orang yang beriman`. `(HR. Ibnu Majah, Al-Hakim, Ahmad dan Al-Baihaqi)
b. Menyentuh Kitab-kitab Syar`iyah
Seperti kitab tafsir, hadits, aqidah, fiqih dan lainnya. Namun bila di dalamnya lebih dominan ayat Al-Quran Al-Kariem, maka hukumnya menjadi wajib. (lihat Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 hal 362).
c. Ketika Akan Tidur
Disunnahkan untuk berwuhu ketika akan tidur, sehingga seorang muslim tidur dalam keadaan suci. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
Dari Al-Barra` bin Azib bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila kamu naik ranjang untuk tidur, maka berwudhu`lah sebagaimana kamu berwudhu` untuk shalat. Dan tidurlah dengan posisi di atas sisi kananmu . . `(HR. Bukhari dan Tirmizy). 
d. Sebelum Mandi Janabah
Sebelum mandi janabat disunnahkan untuk berwudhu` terlebih dahulu. Demikian juga disunnahkan berwudhu` bila seorang yang dalam keaaan junub mau makan, minum, tidur atau mengulangi berjimak lagi. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :  
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila dalam keadaan junub dan ingin makan atau tidur, beliau berwudhu` terlebih dahulu. `(HR. Ahmad dan Muslim)
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila ingin tidur dalam keadaan junub, beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu` terlebih dahulu seperti wudhu` untuk shalat. `(HR. Jamaah)
Dan dasar tentang sunnahnya berwuhdu bagi suami istri yang ingin mengulangi hubungan seksual adalah hadits berikut ini :
Dari Abi Said al-Khudhri bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila kamu berhubungan seksual dengan istrimu dan ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah berwuhdu terlebih dahulu.`(HR. Jamaah kecuali Bukhari)
e. Ketika Marah
Untuk meredakan marah, ada dalil perintah dari Rasulullah SAW untuk meredakannya dengan membasuh muka dan berwudhu`.
Bila kamu marah, hendaklah kamu berwudhu`. `(HR. Ahmad dalam musnadnya)
f. etika Membaca Al-Quran
Hukum berwudhu ketika membaca Al-Quran Al-Kariem adalah sunnah, bukan wajib. Berbeda dengan menyentuh mushaf menurut jumhur. Demikian juga hukumnya sunnah bila akan membaca hadits Rasulullah SAW serta membaca kitab-kitab syariah.
Diriwayatkan bahwa Imam Malik ketika mengimla`kan pelajaran hadits kepada murid-muridnya, beliau selalu berwudhu` terlebih dahulu sebagai takzim kepada hadits Rasulullah SAW.
g. Ketika Melantunkan Azan, Iqamat Khutbah dan Ziarah Ke Makam Nabi & Rasul Allah





1.3. CARA WUDHU’ RASULULLAH SAW
Seluruh ummat Islam wajib mengetahui tata cara wudhu yang baik dan benar karena wudhu adalah hal yang dominan dan menentukan dalam beberapa ibadah, bahkan menjadi tolok ukur sah dan tidaknya suatu shalat yang dikerjakan oleh seseorang.[1]
Wudhu yang baik dan benar sudah barang tentu pernah dicontohkan oleh Rasulullah , karena tidak mungkin wudhu yang menjadi penentu suatu amal ibadah tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah . Oleh karen itu kita harus mempelajari gerakan wudhu yang baik dan benar melalui sabda-sabda Nabi yang akan diterangkan di bawah, karena dalam beberapa riwayat Rasulullah sangat menekankan sempurnanya wudhu.[2]
Hadits yang kami cantumkan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang menjadi barometer tertinggi dalam tataran hadits-hadits yang ada karena memiliki keakuratan riwayat yang tidak perlu diragukan menurut para pakar-pakar hadits.
أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرٰى مِثْلَ ذٰلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرٰى مِثْلَ ذٰلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِيْ هٰذَا ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِيْ هٰذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ﴿متفق عليه
“Hamran budak yang dimerdekakan oleh sahabat Ustman memberitahukan bahwa sahabat Utsman bin ‘Affan t pernah melakukan wudhu dengan membasuh dua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan membasuh hidung, lantas membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai siku-siku tiga kali, lalu membasuh tangan kiri sama halnya dengan tangan kanan, lantas mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga kali, lalu membasuh kaki kiri seperti halnya kaki kanan. Setelah itu beliau berkata: “Seperti inilah aku melihat Rasulullah berwudhu, lantas Rasulullah bersabda: “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini lalu dia melakukan shalat dua rakaat dengan tanpa berbicara dalam dirinya (menggerutu/gruneng; jawa) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.[3]
Imam Muslim dalam riwayat hadits ini menambahkan pendapat Imam Ibnu Syihab yang termasuk salah satu ulama besar pada masa Imam Muslim (ada yang berpendapat beliau adalah salah satu guru dari Imam Muslim) menyatakan wudhu yang di terangkan dalam hadits di atas adalah wudhu yang paling sempurna jika dilakukan oleh seseorang yang akan melakukan shalat.[4]


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ تَوَضَّأَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَمَضْمَضَ بِهَا وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَجَعَلَ بِهَا هَكَذَا أَضَافَهَا إِلٰى يَدِهِ الْأُخْرٰى فَغَسَلَ بِهِمَا وَجْهَهُ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُمْنَى ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُسْرٰى ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَرَشَّ عَلٰى رِجْلِهِ الْيُمْنٰى حَتّٰى غَسَلَهَا ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً أُخْرٰى فَغَسَلَ بِهَا رِجْلَهُ يَعْنِي الْيُسْرٰى ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَتَوَضَّأُ ﴿رواه البخاري
“Dari sahabat Ibnu ‘Abbas bahwa beliau pernah berwudhu membasuh wajah dengan mengambil air, lalu berkumur dan membasuh hidung, kemudian mengambil air lagi dengan kedua tangannya dan membasuh wajahnya, lantas mengusap kepalanya, lalu mengambil air lagi dengan menyiramkannya pada kaki kanan sampai benar-benar membasuhnya, kemudian membasuh kakinya yang kiri. Setelah itu beliau berkata: “Demikianlah apa saya lihat ketika Rasulullah berwudhu”.[5]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الْأَنْصَارِيِّ وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ قَالَ قِيْلَ لَهُ تَوَضَّأْ لَنَا وُضُوْءَ رَسُوْلِ اللهِ فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهَا عَلٰى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذٰلِكَ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ هَكَذَا كَانَ وُضُوْءُ رَسُوْلِ اللهِ ﴿رواه مسلم
“Dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al Anshari. Beliau memiliki seorang teman akrab yang berkata kepadanya: “Berwudhulah seperti wudhunya Rasulullah setelah permintaan itu Abdullah lantas mengambil air dengan membasuh dua tangannya tiga kali lalu memasukkan tangannya ke air lantas mengeluarkannya lagi kemudian dia berkumur dan membasuh hidungnya dengan satu pengambilan (cawukan; jawa) air sebanyak tiga kali, setelah itu dia memasukkan tangannya lagi ke air dan mengeluarkannya lalu membasuh wajahnya tiga kali. Lantas memasukkan tangannya lagi ke air dan mengeluarkannya kemudian membasuh dua tangan sampai dua siku dua kali-dua kali, setelah itu memasukkan tangannya ke air dan  mengeluarkannya lantas mengusap kepala dari depan dan dari belakang, lalu membasuh dua kakinya sampai dua mata kaki, setelah itu beliau berkata: “Beginilah wudhu yang dilakukan oleh Rasulullah ”.[6]
أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الْمَازِنِيَّ يَذْكُرُ أَنَّهُ رَاٰى رَسُوْلَ اللهِ تَوَضَّأَ فَمَضْمَضَ ثُمَّ اسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَهُ الْيُمْنٰى ثَلَاثًا وَالْأُخْرٰى ثَلَاثًا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدِهِ وَغَسَلَ رِجْلَيْهِ حَتّٰى أَنْقَاهُمَا ﴿رواه مسلم
“Sesunggunya Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al Mazini menyebutkan bahwa dia pernah melihat Rasulullah berwudhu dengan cara berkumur lantas membasuh hidung lalu membasuh wajah sebanyak tiga kali, tangan kanan tiga kali, tangan kiri tiga kali, kemudian mengusap kepala tidak dengan sisa air basuhan tangan (dengan mengambil air yang baru), lantas membasuh dua kaki beliau sampai membersihkan keduanya”.[7]




[1] Karena wudhu menjadi syarat sahnya shalat. Yakni jika tidak melakukan wudhu terlebih dahulu maka shalat dihukumi tidak sah.
[2] Akan kita bahasa secara khusus dalam sunnah-sunnah wudhu.
[3] Shahîh Al Bukhâri, juz I, hlm. 277, dan 285, nomer hadits 155 dan 159. Shahîh Muslim, juz II, hlm. 8 dan 9, nomer hadits 331 dan 332.
[4] Shahîh Muslim, juz II, hlm. 8.
[5] Shahîh Al Bukhâri, juz I, hlm. 242, nomer hadits 137.
[6] Shahîh Muslim, juz II, hlm. 27, nomer hadits 346.

2.                TAYAMUM

2.1 Pengertian
Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum.

Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadas hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.
Tayamum yang telah dilakukan bisa batal apabila ada air dengan alasan tidak ada air atau bisa menggunakan air dengan alasan tidak dapat menggunakan air tetapi tetap melakukan tayamum serta sebab musabab lain seperti yang membatalkan wudu dengan air.




2.2. Dasar Hukum Tayamum
Adapun Dasar hukum Tayamum yang saya anggap mudah dimengrti adalah :

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyuku(QS:Al-maidah:6)
Hal-hal yang membolehkan tayamum :
  1. Ketika tidak mendapatkan air baik mukim atau safar.
  2. Berhalangan menggunakan air.
Catatan:
- Tayamum merupakan pengganti wudhu dan mandi ketika ada hal yang membolehkannya dan berpahala bagi orang yang melakukannya.
-  Mayat boleh di tayamumkan apabila terpenuhi syarat dibolehkannya tayamum. (al-Mahalla : 2/158)
-  Tidak mesti orang yang melakukan tayamum itu dengan syarat perjalanan jauh.
- Tidak disyaratkan tayamum bagi orang yang melakukan perjalanan untuk ketaatan saja. (al-Mahhalla : 2/116)
- Apabila berkumpul antara mayat, wanita haid dan orang yang terkena najis sedangkan air tidak cukup kecuali hanya untuk satu orang saja. Maka yang lebih berhak diantara mereka menurut jumhur ulama (al Majmu’ : 2/316) adalah yang memiliki air tersebut. Namun apabila tidak ada yang memiliki air tersebut dan air itu boleh digunakan, maka ada perbedaan pendapat para ulama. Silahkan lihat sumber asli yaitu kitab Shahih Fiqih Sunnah jilid 1 halaman 193.
Tanah apa yang boleh di gunakan dalam tayamum? Ada 2 pendapat ulama, yaitu:
  1. Permukaan bumi secara umum: gunung, kerikil, tanah dan husoba’ (Abu Hanifah, Abu Yusuf, Malik dan dipilih oleh Syaikh Ibnu Taimiyah)
  2. Tanah bukan yang lain (Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Abu Tsur, dll)

2.3 Cara Tayamum Rasulullah
Memukulkan kedua telapak tangan ke tanah kemudian meniupnya. Lalu menyapu wajah dan kedua tangan. (Shahih Bukhari : 338 dan  Shahih Muslim : 798)
Pembatal tayamum sama seperti hal yang membatalkan wudhu’.
Catatan:
- Apabila mendapati air setelah tayamum sebelum melakukan sholat, maka batal tayamumnya dan wajib berwudhu’.
- Apabila sedang sholat ada orang yang mengantarkan air atau mendengar adanya air, ada 2 pendapat ulama: memutuskan sholat dan wajib berwudhu (dhoif Tirmidzi : 124). Sedangkan pendapat yang lain, melanjutkan sholat hingga selesai. (Surat Muhammad ayat 33)
- Apabila telah selesai sholat baru mendapati air, maka tidak perlu mengulangi sholatnya.













3. Mandi
3.1 Pengertian mandi Wajib
Mandi adalah aktivitas yang selalu dibutuhkan oleh manusia. Mandi memberikan perasaan bersih dan percaya diri. Dalam tuntunan Rasulullah SAW, ada 2 jenis mandi, yaitu mandi yang diwajibkan dan mandi yang disunnahkan. Namun Kali ini saya akan membahas mandi yang diwajibkan.
3.2. Hal-hal yang mewajibkan mandi
Adapun Hal – hal yang dapat mewajibkan sesorang untuk mandi adalah sebagai berikut
  1. Keluar mani (dalam keadaan sehat) waktu sadar atau tidur.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُباً إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi”. (An-Nisa ayat 43)
  1. Bertemunya dua alat kelamin walaupun tanpa keluar mani. (Shahih Muslim : 350)
  2. Haid.
  3. Nifas.
  4. Masuk Islamnya orang kafir. (Al-Majmu’ : 2/175)
  5. Sholat Jum’at. (Shahih Bukhari : 879, Shahih Muslim : 846)
  6. Meninggal.
3.3 Cara Mandi Rasulullah
Niat, Syarat Sahnya Mandi Wajib
Para ulama mengatakan bahwa di antara fungsi niat adalah untuk membedakan manakah yang menjadi kebiasaan dan manakah ibadah. Dalam hal mandi tentu saja mesti dibedakan dengan mandi biasa. Pembedanya adalah niat. Dalam hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)


Rukun Mandi Wajib
Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air, yaitu mengenai rambut dan kulit.
Inilah yang diterangkan dalam banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menceritakan tata cara mandi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جَسَدِهِ كُلِّهِ
“Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Penguatan makna dalam hadits ini menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.”[1]
Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan tentang mandi janabah di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”, lalu beliau bersabda,
أَمَّا أَنَا فَآخُذُ مِلْءَ كَفِّى ثَلاَثاً فَأَصُبُّ عَلَى رَأْسِى ثُمَّ أُفِيضُهُ بَعْدُ عَلَى سَائِرِ جَسَدِى
“Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)
Dalil yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan dengan air itu merupakan rukun (fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia mengatakan,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِى فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ قَالَ « لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِى عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ ».
“Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
Dengan seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya dianggap sah, asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jadi seseorang yang mandi di pancuran atau shower dan air mengenai seluruh tubuhnya, maka mandinya sudah dianggap sah.
Adapun berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) dan menggosok-gosok badan (ad dalk) adalah perkara yang disunnahkan menurut mayoritas ulama.[2]


Tata Cara Mandi Wajib yang Sempurna
Berikut kita akan melihat tata cara mandi yang disunnahkan. Apabila hal ini dilakukan, maka akan membuat mandi tadi lebih sempurna. Yang menjadi dalil dari bahasan ini adalah dua dalil yaitu hadits dari ‘Aisyah dan hadits dari Maimunah.

Hadits pertama:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى الْمَاءِ ، فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ ، ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّهِ
Dari ‘Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
Hadits kedua:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَتْ مَيْمُونَةُ وَضَعْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مَاءً يَغْتَسِلُ بِهِ ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ ، فَغَسَلَهُمَا مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَفْرَغَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ ، فَغَسَلَ مَذَاكِيرَهُ ، ثُمَّ دَلَكَ يَدَهُ بِالأَرْضِ ، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى جَسَدِهِ ، ثُمَّ تَنَحَّى مِنْ مَقَامِهِ فَغَسَلَ قَدَمَيْهِ
Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)
Dari dua hadits di atas, kita dapat merinci tata cara mandi yang disunnahkan sebagai berikut.